Kamis, 21 Juni 2012


HuMoR Penangkal TuMoR ???

Kalimat diatas penulis dapatkan dari salah satu buku, mungkin ketika kita pertama kali membaca akan bertanya, apa benar Humor bisa menangkal Tumor ???? Ada sebagian orang yang mengatakan tidak, mana mungkin tumor salah satu penyakit yang berbahaya bisa ditangkal dengan sebuah humor. Akan tetapi sebagin orang yang lain mengatakan, bisa saja. Segala macam penyakit bisa terobati dengan humor. Karena dengan kita tertawa pasti kita dalam keadaan senang, ketika orang dalam keadaan senang rasa sakit sesakit apapun tidak akan terasa. Yang menjadi obat mungkin bukan langsung ke humornya, akan tetapi efek dari sebuah humor itu sendiri. Dan tak jarang kita menemui slogan “ Tertawa itu Sehat”
Selain obat yang mujarab tertawa juga bisa menghapus kesedihan karena beberapa masalah, baik itu masalah kerja, keluarga, kuliah, organisasi dan lain-lain. humor mudah didapatkan bahkan tanpa mengeluarkan uang sepeserpun. Bahagialah anda yang hidup ditengah-tengah orang humoris.  Dan berdoalah untuk selalu hidup ditengah-tengah humorisem, agar anda selalu hidup sehat.

“Hari Ini Aku Benar-benar Ada”



Salah satu pilihan dalam kehidupan manusia adalah hidup untuk optimis atau untuk pesimis. Pada umumnya orang akan merasa bahagia jika dia bisa meraih apa yang dicitia-citakannya. Sebaliknya, orang akan merasa kecewa jika apa yang dicita dan dicintanya tidak dapat terengkuh. Demikian juga orang akan merasa gembira jika dia merasa optimis dengan janji atau impian yang ada didepan mata. Sedangkan orang akan merasa gelisah dan resah jika dia merasa jalan kehidupan di depannya terasa suram.
Apa artinya? Segala memori entah itu manis maupun pahit, adalah sesuatu yang sudah using, basi dan selayaknya tidak perlu dibawa dalam kesadaran kita saat ini. Maka, apapun bentuk kebahagiaan serta kecemasan yang masih berlabel dan berkutat pada masa lalu dan masa depan, manusia tidak pantas untuk terjebak didalamnya. Manusia tidak pantas terpenjara oleh masa lalu dan masa depannya. Karena, ketika manusia terjebak dalam nuansa romantisme, maka manusia akan cenderung membanggakan apa yang telah diraihnya, dan lupa akan tantangan serta tugasnya saat ini. Demikian juga, ketika manusia telah terjebak dengan kesuraman masa lalunya, maka ia akan banyak menghabiskan energy dan kreatifitasnya yang semestinya akan sangat bermanfaat dan dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas dan tanggungjawabnya saat ini.
Sesungguhnya penyebab utama dari romantisme dan kecemasan adalah kesalahan manusia dalam membaca masa lalu dan masa depannya. Manusia telah lupa dengan ke-hari-ini-annya. Mereka telah mengabaikan ke-kini-annya. Kebanyakan dari mereka telah teracuni oleh pandangan bahwa masa lalu dan masa depan adalah patut dibanggakan dan disesali. Manusia telah menjadi produk zaman, produk waktu, dan manusia pun telah menjadi makhluk yang usang dan khayal.
Hari ini dan saat inilah manusia dilahirkan dan dilahirkan. Itulah solusinya. Karena dengan kesadaran bahwa hari ini dan saat inilah, manusia bisa mengatasi kekecewaan dan kecemasannya. Mengapa? Karena, hanya dengan kesadaran bahwa dihari inilah dia dilahirkan oleh dunia, oleh kesadaran, dan oleh ruang waktu yang menghinggapi kesadaran dan perasaannya, maka manusia tidak akan terlena oleh kenangan manis dan tersiksa oleh kenangan pahit masa lalunya. Dan disaat ini pula, manusia diberikan bekal dan kekuatan untuk menciptakan semua harapan, impian, dan keinginan dengan sebebas-bebasnya. Karena sesungguhnya, masa lalu hanyalah kenangan, hari ini adalah kenyataan, dan masa yang akan datang adalah secercah harapan.


 BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Menurut Bernard tujuan tes yang disusun dalam proses evaluasi dapat dikelompokkan dalam dua macam kategori, yaitu a) kategori birokrasi b) kategori professional. Kategori birokrasi berusaha mengontrol, memonitor dan memberi sertifikasi terhadap suatu tes yang digunakan oleh para evaluator. kategori birokrasi ini bertujuan untuk menentukan fungsi penilaian sumatif, yaitu menentukan hasil akhir dari para peserta didik yang telah mengikuti suatu program pembelajaran. Sedangkan kategori professional pada umumnya berkaitan dengan usaha evaluator untuk mengeksplorasi informasi para peserta didik, di antaranya mencakup 1) pemahaman dan perkembangan pengetahuan, apakah sudah terjadi pada proses pembelajaran siswa, 2) apakah tujuan belajar mengajar yang diberikan kepada para siswa telah dapat dicapai. 3) sudahkah standar realistis pencapaian hasil belajar tetap terpelihara.
Tes juga dibedakan menjadi dua macam tipe[1], yaitu norm-referenced test dan criterion referenced test. Suatu tes dibuat oleh para evaluator dengan tetap mengikuti jenis baku yang disepakati, karena setiap tipe tes mempunyai tujuan yang berbeda. Norm-referenced test misalnya, yang sering disebut Penilain Acuan Normatif (PAN) merupakan jenis tes untuk mengukur penampilan atau posisi siswa dibanding dengan siswa lain didalam kelas. Sedangkan  Criterion referenced test yang popular dengan sebutan Penilaian Acuan Patokan (PAP), merupakan tes yang digunakan untuk mengukur penguasaan atau kemampuan siswa melalui criteria tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya oleh evaluator, tanpa membandingkan dengan penguasaan atau kemampuan siswa lainnya.

Senin, 11 Juni 2012


Wajah Ironis Pendidikan
“ Pendidikan sama dengan Mie ”

Apa maksud dari pernyataan di atas? Pendidikan kok disamakan dengan makanan. Tapi memang kenyataannya seperti itu. Lalu dimana letak persamaannya? Untuk menjawabnya mari kita bersama-sama melihat realita yang ada sekarang. Kondisi dunia pendidikan yang ada di Indonesia sangatlah mengenaskan, sampai-sampai disamakan dengan mie.
Mie yang merupakan jenis makanan instan kini menemukan saudaranya yaitu “ pendidikan instan“ disinilah letak persamaannya antara pendidikan dan mie sama-sama instan. Pendidikan instan banyak dijumpai di Indonesia, di kota-kota besar bahkan didesapun sudah merajalela. Pendidikan yang diperoleh hanya dengan waktu yang singkat. Ibarat mie cukup sekali sedu tidak sampai lima menit sudah siap dimakan. Sama dengan pendidikan sekarang untuk mendapatkan ijazah banyak mahasiswa memilih mengikuti semester pendek dengan tujuan kuliahnya cepat selesai dan cepat memperoleh pekerjaan. Bahkan ada yang memilih untuk membeli ijazah dengan harga yang relative murah dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan untuk kuliah. Selain itu mereka tidak mau melewati suatu proses yang panjang, melelahkan, menuntut ketekunan, kesabaran, kerja keras, apalagi perjuangan.
Kecenderungan serba instan dalam memperoleh ilmu pengetahuan sekaligus memperlakukan ilmu pengetahuan sebagai produk dan kurang menghargai prose situ, dari hari ke hari semakin kuat. Istilah “instan” yang semula hanya dikenal dalam makanan ataupun minuman, secara tiba-tiba menyeruak masuk menjadi kosakata ke dalam segala aspek kehidupan, termasuk kehidupan mahasiswa. Dalam memperoleh ilmu pengetahuan, mahasiswa inginnya sekali seduh langsung jadi atau langsung dapat. Padahal, kenyataannya ilmu pengetahuan tidak seperti mie yang sekali sedu h langsung dapat dinikmati.
Dalam dunia mahasiswa istilah SKS (Sistem Kebut Semalam) bukanlah hal yang tabu. Ketika ada tugas ataupun akan ujian mereka memilih untuk belajar semalaman suntuk tetapi setelah itu tidak belajar lagi, dari pada harus menyiapkannya jauh-jauh hari sebelum ujian. Tidak mengherankan jika indeks prestasi mahasiswa tersebut menjadi  bagus, tapi penguasaan ilmu pengetahuan dalam bidangnya tidak sesuai dengan tingginya nilai indeks prestasi. Hal itu disebabkan karena system belajar SKS.
Secara Filosofis, tidak ada perbedaan antara belajar SKS (Sistem Kebut Semalam) dengan program semerter pendek di PTN dan PTS. Keduannya instan dan menempatkan pengetahuan semata-mata sebagai produk, bukan sebagai proses. Bahkan pengetahuan tidak hanya ditempatkan sebagai produk, akan tetapi hanya sebagai instrumen, yaitu instrumen mencari gelar atau pekerjaan. Tujuan akhir yang ingin dicapai melalui program semester pendek itu bukan penguasaan ilmu pengetahuan, melainkan selembar ijazah untuk bekal mencari kerja yang menghasilkan uang. Jadi, belajar disini sangat instrumentalis.
Belajar yang hanya bertujuan untuk mendapatkan nilai, status, ijazah, atau gelar sebenarnya mereduksi makna belajar itu sendidri. Disana, ada siklus yang dipotong. Kalau nilai, status, ijazah dan gelar bisa didapatkan dalam waktu singkat, misalnya satu-dua bulan, tidak harus bercapek-capek dan berlama-lama, mengapa harus menunggu satu semester? Kalau dalam waktu pendek saja dapat meraih semua mengapa harus diperpanjang? Itulah cara berpikir pragmatis dan reduksionis. Orang beranggapan bahwa kuliah itu sekedar untuk mendapatkan ijazah dan gelar saja. Oleh sebab itu, tak jarang di antara mereka banyak memanfaatkan biro jasa pembuatan karya tulis, skripsi, atau tesis yang menawarkan harga relatif murah. Menjamurnya institusi-institusi yang menawarkan gelar hanya dengan harga 3-5 juta tidak terlepas dari kecenderungan masyarakat berpikir instan.
Sebagai program yang lahir dari pandangan pragmatis dan reduksionis, program semester pendek tidak akan menciptakan mutu pendidikan yang baikdi negeri ini. Sebaliknya, justru akan memerosokkan sistem pendidikan ke jurang kehancuran. Sebab, semester panjang yang memakai proses cukup panjang dn melewati tahapan demi tahapan saja kurang bermutu, apalagi semester pendek?. Disisi lain proses pembelajaran dalam semester pendek itu pasti tergesa-gesa, karena pelajaran yang seaharusnya diselesaikan dalam waktu enam bulan harus selesai dalam waktu 2 bulan. Akibatnya, dosenpun cara memberikannya serampangan, sedangkan mahasiswa menerimanya juga sepintas saja tanpa ada pengendapan.

Life is Praying

All of people ever live. And all of Muslim ever pray. Some time if we pray we upstanding. If it were are our lives. Some time we can get what we want, because we have what we need. We like a prince, because we on top. We can order our subordinates and then we give them some money. But we can’t arrogant because some time we can fall down.
After we upstanding we will deep bow from the waist. If we deep bow from the waist we will be in the middle. We can do everything we want, but some time we can’t to do it, because what we have definite so we can’t to accede what we want. 
And the last level, we can underneath. We can’t do something, we as weak person, we haven’t something, and we haven’t whoever. At the time we out the arm to Allah, to help us in our life. Not just to Allah, we need a helping hand from the other people.
        Therefore we have to stand at attention, we must ready to confront our life. We have to approve what Allah has given to us. Always positive thinking, what Allah have given is the best for us.